Monday, December 5, 2016

Bahagia di sana, ya....

Setelah sekian... dan sangat lama tidak membuka blog, iseng aku scroll-dan scroll postingan di blog ini. Dan aku menemukan tulisan ini...

Key Words: Item, Edelweis, HP, Kipas Angin, Aneh, "Bosan ketemu terus"...



Salah satu kejadian luar biasa di tahun 2016 adalah ketika aku kehilangan seorang teman, yang untuk selamanya tidak bisa aku temui di dunia ini. Yang tentangnya aku sudah pernah tulis di blog ini. Pada postingan yang link-nya aku cantumkan di atas~

Hai... Arma. Bahagia ya di sana!!

Hai... Apa Kabar??

. . . . .
Sudah pasti dalam tahun 2016 yang hampir habis waktu ini, jemariku tidak lebih aktif timbang mulutku,

Banyak kabar yang tak sempat tertulis, dan hanya terucap lalu terlupa.
Ada banyak kabar yang ingin kuketahui tak bisa kuketahui. Banyak yang aku tahu tanpa perlu kuinginkan.

2016 . . . . aku bayangkan sebagai suatu waktu ketika Uni sudah dengan matang terbentuk. "Bukankah mengerikan membayangkan seperti apa kita 5 tahun kedepan? Bukan, bukan mengerikan... hanya saja tidak bisa."  Pernah kuucapkan saat dibangku SMA, kira-kira lima tahun yang lalu. 5 tahun kedepan yang nyatanya adalah hari ini.

Lalu, seperti apakah aku? 
Sering menginginkan untuk tahu kabar dari seseorang, tapi lupa bertanya kabar diri. 
Yang terasa dan teringat hanya kabar hari ini... kabar yang begini-begini saja. Ada yang ingin aku lakukan tapi enggan kulakukan, ada yang harus kulaukan tapi kutunda untuk dilakukan. Dan yang aku lakukan sekarang, ya begini. Membuka blog untuk melihat kabarnya. 


Tahun 2017 semoga kabarku selalu baik dan lebih baik...

Tuesday, January 5, 2016

2015: Mimpi dalam Mimpi, Kamu Memang sebuah Ketidakmungkinan


Selamat tahun baru untuk semuanya!
Tutup tahun 2015 dengan penuh syukur, dan tatap 2016 dengan semangat menjadi lebih baik!

Sejak SMA, membaca ulang buku harian di akhir tahun menjadi ritual wajib untukku. Sama seperti tahun ini. Tapi sayang, banyak ‘tapi’-nya. Tapi yang pertama adalah aku membaca buku harianku bukan di malam pergantian tahun seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi yang kedua, hanya sedikit tulisanku di sana untuk tahun 2015-ku.
Kemarin, ada sebuah cerita yang aku tulis di buku harianku, dan membuatku cukup...... *baca aja kisahnya, mungkin kamu akan tahu maksudku.

Satu malam di bulan April 2015,
Aku menemukan sebuah buku milikmu ada di kamar kosku. Aku pikir kamu baru saja berada di sini. Lalu aku buka smartphone untuk melihat whatsapp. Kamu ganti profil picture, berhubungan dengan buku yang tertinggal. Buku itu tentang bahasa Indonesia. Nah, bahkan status whatsapp kamu mengandung sajaseong-eo (semacam peribahasa Korea dengan 4 karakter Hanja). Sayangnya, aku lupa apa tulisannya. Lalu aku mau menghubungi kamu, tapi aku terbangun dari mimpi!
Benar-benar mimpi yang terasa nyata!
Namun, anehnya setelah terbangun aku menemukan sebuah buku. Persis seperti dalam mimpi tadi. Mulailah aku ragu kalau sekarang adalah nyata. Lalu yang aku lakukan adalah menunggu. Jika benar nyata, harusnya  kamulah pihak yang akan menghubungiku. Kan kamu yang meninggalkan buku di kosku. Sembari menunggu aku baca buku itu. Ternyata bukunya sangat menarik. Di saat aku sedang asik menunggu sambil membaca, tiba-tiba aku terbangun. Sial!
Benar-benar mimpi yang terasa nyata!
Dan aku terbangun dengan penuh tidak percaya diri! Kejadian yang sama terulang lagi. Ada sebuah buku tergeletak di samping kasurku. Buku yang kamu tinggalkan. Kali ini, aku bersikeras bahwa sekarang adalah nyata. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, bahwa segala hal mungkin terjadi. Semakin lama, aku mulai lelah untuk meyakinkan bahwa ini nyata. Aku mulai menyadari bahwa saat ini, aku masih berada dalam dunia mimpiku. Aku terus memanggil-manggil namaku sendiri untuk membangunkanku.
Akhirnya, aku benar-benar terbangun. Mataku basah.
Aku tersadar, bahwa salah satu dari ‘mungkin’ itu adalah ketidakmungkinan. Ketidakmungkinanku adalah kamu.

Meskipun yang aku alami di atas hanya mimpi, aku merasakan lelah yang luar biasa. Untuk pertama kali itu juga aku bermimpi semacam itu. 

Wednesday, October 21, 2015

Bukan sekedar Ritual ‘Makan’


21 Oktober 2015
Hari ini, panas.. tentu saja. Bukan itu yang mau aku ceritakan yaa..
Sejak pagi, tepatnya pukul 10.00 wib, (ah.. sudah engga bisa dibilang pagi, ya? Maaf. :D) aku sudah di kampus. Misi pertama, pinjam buku ke prodi. Tidak butuh waktu lama aku pinjam dua buah buku, pertama tentang ‘Sintaksis Korea’ (yepp.. mencoba serius dengan skripsi.. ;)), dan yang kedua adalah buku antologi puisi (*omaigat, Uni baca puisi? Iya, cuma baca, soalnya kalau baca novel pasti selesainya lama, padahal buku referensi skripsi banyak yang ngantri.. hiksee).
Misi pertama berhasil dilaksanakan, dengan meninggalkan KTP kepada mas sekretaris jurusan. *Untuk saat ini KTM lebih berharga daripada KTP, guys.
Misi kedua, ngadem di perpus dan kalau beruntung, bisa dapat kursi depan komputer. Errr.... tapi aku sedang tidak beruntung ternyata. Penuh! Kursi di lantai satu, juga depan komputer. Kalau ke lantai dua (?), ah.. jangan dulu, lagi penat.
Pindah ke perpus pusat, astaga banget..... PENUH, ah dasar mahasiswa UGM, rajin amat sih ke perpus??!
Lalu, berakhirlah dengan jalan menuju kos, setelah sebelumnya ke GMC, tapi karena ‘PENUH” agenda periksa gigi diundur.
Jalan~
Saat sedang jalan, sendiri biasanya pikiranku ke mana-mana (tapi engga sampai se-liar kalau lagi engga ngerjain apa-apa sih). Salah satunya hari ini, pikiranku menyoal tentang “makan bareng”.
*Aduh maaf ya, prolognya panjang banget. Hehe*
Satu hari, ada temen yang mengatakan kurang lebih begini,

Sunday, March 22, 2015

Tulisan Pertama dariku di Tahun 2015


Hmmm… ingin mengucapkan “Selamat Tahun Baru 2015” dengan tulisan rasanya sudah tidak ‘pas’. Sekarang sudah bulan Maret! Hehe. 
Kemana saja aku? Tahun 2014 juga serasa terlewat! Dia yang melewatiku bukan aku!?.. :D :D

Minggu, 22 Maret 2015
Sebagai postingan pertama di tahun 2015, aku mempertimbangkan beberapa cerita:

1.    Tentang pengalamanku mengajar di kelas short-class bahasa Korea (yang untuk pertama kalinya membuatku merasa ingin ‘istirahat sejenak’ dari aktifitas mengajar)
2.     Tentang semester 8-ku! *Jangan langsung mengira tentang skripsi, ya! Bukan. Ini masih tentang kuliah dan tugasnya (yang tega membuat jam tidurku berkurang setengahnya!)

3.    Tentang novel Please Look After Mom karya Shin Kyung Sook (yang aku anggap sebagai novel bagus dan direkomendasikan untuk dibaca!)
4.    Tentang cerita lain, mungkin? (persiapan KKN? Cinta yang numpang lewat (tanpa menyapa sekalipun)? Dan yang lainnya juga~)

Pada akhirnya tidak satupun ‘tentang’ yang aku pilih. Aku memilih begini sajalah~Hallo 2015!! Tahun ini lulus sarjana, yukk!! :D :D


Friday, November 14, 2014

Cerita Cinta dari Sana


November, 2014

Ketika ingin menuliskan kembali cerita ini, aku jadi ingat sebuah kalimat yang aku atau teman sering ucapkan, saat itu...
“Love everywhere in Kongju” ....

Beberapa hari yang lalu, aku berchatting-ria seorang teman yang aku kenal saat di Korea. Kemudian, dia bercerita kepadaku tentang cinta bertepuk sebelah tangan-nya.
*yapp.. tema kali ini agak lain. Tentang cinta~ ahh.. semoga tidak tersampaikan alay.. Hha.. :D*

Aku menduga laki-laki yang dia sukai adalah orang yang aku kenal. Dan... aku masih tetap kaget setelah tahu siapa laki-laki itu. Tidak kusangka, laki-laki itu adalah orang itu!(nunjuk orang dengan ekspresi enggak percaya). Karena sedikit syok, aku malah seakan protes dengan temanku tadi. “Hei.. kenapa saat itu aku ga lihat?”, “Kenapa hanya diam?”
Lumayan greget, karena waktu itu kami sering bareng-bareng, tapi aku sama sekali ga ingat dia pernah ada usaha mendekat ke si laki-laki. Istilahnya ga ada kode.
Jawaban atas pertanyaan bernada protes tadi cukup singkat, tapi jelas... “karena aku perempuan”....

Duar... jedarrr... he’em.. bener juga sih.
Meskipun beda negara, tapi karena sama-sama dari dunia timur, wajarlah kalo kami mirip dalam masalah yang ujung-ujungnya, “karena aku perempuan”

Duarr.. jedarrr..
Ada lagi hal yang aku ingat. Yang cukup membuatku tertawa, menertawakan diri sendiri.
Kisah temanku itu agak-agak mirip kok sama punyaku, bedanya, alasan yang aku punya (kayaknya) lebih kompleks. Bukan hanya karena aku perempuan.
Aku juga mempertimbangkan rencana jangka panjang. Beda bahasa atau budaya itu masih bisa aku atasi, aku rasa :D. Tapi lain lagi kalau soal iman. *meski aku bukan orang yang religius* Yeahhh... aku butuh imam!
Dulu saat meyakini dan memutuskan untuk tidak berharap, pada diri sendiri aku berkata, “iya... ga apa-apa. Enggak apa-apa banget kok kamu sedih sekarang. Nanti sedihnya juga bakal pudar”

Semoga saja temanku tadi juga tidak terlalu lama terjebak dalam kubang cinta tidak berbalas.
Yang pasti, meski sudah tidak di Kongju, tapi kami membawa cerita cinta masing-masing. Dampak virus ‘Love everywhere in Kongju’.. :D :D

uneespuzzles

Tuesday, June 10, 2014

Kenangan Terpanggil

Di sosial media, sampai saat ini aku lebih sering posting tentang hal yang berkaitan dengan kehidupanku selama 10 bulan di Korea. Dibandingkan dengan kehidupanku di sekitar jogja-klaten, 10 bulan di kongju sama sekali bukan apa-apa. Tapi sepanjang 21 tahun kehidupanku, bagiku berkesempatan menginjak bumi joseon adalah momentum.
Merasakan 10 bulan di korea, aku merasa lebih banyak belajar. Belajar lebih memahami diriku, mendengarkan serta mengamati orang lain, menyerapi nuansa alam sekitar, aku belajar tentang hidup. Pertemanan adalah hal terbaik yang aku dapat dari sana. Sebuah hadiah indah dari Tuhan, kasih dari teman-teman baik.
Hari ini, 6 juni 2014, kenangan tentang Korea kembali terpanggil.
Mak cik Hidayah Yusuf posting sebuah gambar di instagram, deskripsi gambar itu sangat panjang.
Di tengah malam, aku sukses dibuatnya terkekeh sendiri karena pengalaman yang kembali ia panggil.
Apakah sebelum atau setelah  ke/dari korea semua pengalamanku tidak penting? Tidak berharga? Tidak perlu diingat? SALAH BESAR!! Setiap pengalaman manusia berharga.
Kembali lagi aku ungkit kata ‘momentum’. Pergi ke Korea saat itu adalah sebuah pelarian yang sukses! Aku sukses menghalau galau. Galau karena tekanan beberapa masalah pribadi yang merembet ke masalah sosial. Kacau sekali keadaanku saat itu. Semester 3, sebelum aku pergi ke Korea BB-ku terus turun. Akibat dari kurangnya rasa bahagia yang mampu aku dapatkan. Bayangkan saat itu aku 47 kg! (Ya walaupun segi positifnya, baju-baju lama kembali bisa dipakai, tapi… sudah dapat terbaca di wajahku saat itu, “Aku sedang tidak bahagia”.) Agak berlebihan memang penggambarannya, tapi itu yang banyak aku rasakan saat usiaku kira-kira 19 tahun menuju 20 tahun.

Berada di Korea adalah momentum. Aku menemukan jiwaku hidup bebas. Aku bahagia! Seluruh yang ada di sekitarku , semuanya patut, wajib dan pantas aku syukuri. Dan aku bertekad membawa jiwa bebasku itu ke kampung halaman, Indonesia tercinta.